Minggu, 06 Juli 2014




    1.  Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Indonesia
Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu Undang-Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada di luar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

2  2.  Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:
  • Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
  • Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
  • Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia
    3. HUBUNGAN BANK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH DAN LUAR NEGRI.
Hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah :
1)     Bertindak sebagai memegang kas pemerintah.
2)      Menyelanggarakan pemindahan uang untuk pemerintah diantara kantor-kantornya di seluruh wilayah RI.
3)      Membantu pemerintah dalam penempatan surat-surat hutang Negara, penataausaahan serta pembayaran kupon dan pelunasanya. Semua tugas tersebut dalam angka 1s\d 3 diatas dilaksanakan oleh bank Indonesia tanpa menggut biaya dari pemerintah.
4)      Memberikan kepada pemerintah kredit dalam rekening koran untuk memperkuat kas Negara, menurut keperluan sebagaimana ditetapkan oleh APBN.
5)      Membantu penepatan Surat Hutang Negara untuk membiyaai anggaran pendapatan dan Belanja Negara yang pengeluaranya diatur dengan atau berdasarkan undang-undang dan dapat membeli sendiri surat-surat hutang negara tersebut.

 Hubungan Bank Indonesia dengan Luar Negri :
1)      Dalam rangka pelaksanaan tugas pokoknya, Bank Indonesia menyusun rencana devisa yang mencerminkan pemeliharaan ekonomi nasional dan mmperlancar usaha pembangunan dengan memperhatikan posisi likuiditas dan solvabilitas internasional untuk diajukan kepada pemerintah melalui dewan moneter.
2)      Untuk menjaga dan memelihara posisi likuiditas dan solvabilitas internasional tersebut pada angka 1 diatas : 
a.       Bank Indonesia menguasai, mengurus, dan menyelenggarakan tata usaha cadangan emas dan devisa milik negara.
b.      Pemerintah menetapkan syarat-syarat pembayaran berkenaan perjanjian-perjanjian yang mengakibatkan kewajiban pembayaran atas beban cadangan emas dan devisa negara, walaupun dalm batas-batas yang  ditetapkan dalam rencana devisa dengan memperhatikan Bank Indonesia .
c.       Bank Indonesia menatausahakan tagihan dan kewajiban tunai maupun berjangka terhadap luar negeri.
d.      Bank Indonesia mengusahakan pemeliharaan jumlah cadangan minimal emas dan devisa milik negara terhadap kewajiban internasional dalam perbandingan yang diatur dengan undang-undang.
e.       Bank Indonesia dapat menjalankan pekrjaan-pekerjaan dalam bidang pembayaran dengan luar negeri.
4.      Dewan Gubernur BI
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.
Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.
Pengambilan keputusan
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.
5.      Transparansi dan Akuntabilitas

Transparansi dan Komunikasi

Agar kebijakan moneter dapat berkerja secara efektif, komunikasi yang terbuka antara Bank Indonesia dengan masyarakat sangat dibutuhkan. Oleh karenanya, kebijakan moneter Bank Indonesia senantiasa dikomunikasikan secara transparan kepada masyarakat. Komunikasi tersebut juga sebagai bagian dari akuntabilitas kebijakan moneter dan berperan dalam membantu pembentukan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi ke depan. Melalui komunikasi, Bank Indonesia mengajak masyarakat untuk memandang dan membentuk tingkat inflasi ke depan sebagaimana yang diitetapkan dalam sasaran yang diumumkan. Oleh karenanya, komunikasi kebijakan moneter dilakukan dengan terus menerus memuat pengumuman dan penjelasan tentang sasaran inflasi ke depan, analisis Bank Indonesia terhadap perekonomian, kerangka kerja, dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, jadwal Rapat Dewan Gubernur (RDG), serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dalam bentuk siaran pers, konferensi pers setelah Rapat Dewan Gubernur, publikasi Tinjauan/Laporan Kebijakan Moneter yang memuat latar belakang pengambilan keputusan,  maupun penjelasan langsung kepada masyarakat luas, media massa, pelaku ekonomi, analis pasar dan akademisi.
Media komunikasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia dalam bentuk publikasi :
a. Tinjauan Kebijakan Moneter
b. Laporan Perekonomi Indonesia
c. Laporan Triwulanan DPR RI
d. Siaran Pers Kebijakan Moneter (link BI Rate)
Akuntabilitas
Bank Indonesia secara reguler menyampaikan pertanggung-jawaban pelaksanaan kebijakan moneter kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bentuk akuntabilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas pelaksanaan Kebijakan Moneter secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu. Selain itu Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanan Kebijakan tersebut disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi.
Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat

Kamis, 12 Juni 2014



TUGAS SOFTKIL : TUGAS 2

a.      Pengertian Uang Beredar

Uang beredar adalah segala asset financial yang memenuhi fungsi uang dalam masyarakat. Sesungguhnya belum ada defenisi baku tentang batasan uang beredar itu sendiri. Tetapi, setidaknya ada defenisi umum tentang batasan uang beredar yang terdiri dari : 

1.     Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money) / M1
Uang beredar dalam arti sempit (narrow money) adalah bentuk asset keuangan yang paling likiud. Artinya uang ini langsung dapat menjalankan semua fungsinya sebagai uang. Ketika seseorang hendak
melakukan transaksi jual beli misalnya. Maka uang uang ini langsung dapat dipergunakan sebagai alat pertukaran. Dalam hal ini tentu uang telah memenuhi fungsinya sebagai medium of exchange (Aulia Pohan, 2008).Apa sajakah yang masuk dalam kategori M1?

     a. Uang kartal Rupiah diluar bank umum dan BPR (currency outside commercial and rural banks); yaitu semua uang kartal yang benar-benar berada di tangan masyarakat dan siap untuk digunakan sebagai alat transaksi (Aulia Pohan, 2008). Uang inilah yang biasanya kita gunakan dalam transaksi kita sehari-hari. Per-desember 2011 volume uang dalam kategori ini adalah Rp. 287,038,- Triliun (Bank Indonesia, 20012, www.bi.go.id). Jadi kalau diambil rata-rata, maka setiap indiviu di Indonesia sebenarnya memegang uang kartal senilai Rp. 1,2,- Triliun.   

o b. Giro Rupiah (Rupiah Demand Deposit); yaitu saldo rekening Koran (giro) masyarakat di bank umum yang sifatnya dapat dicairkan kapan saja dengan menggunakan cek, bilyet giro, nota debet, atau Surat Perintah Pembayaran Lainnya (SPPL). Uang dalam bentuk ini biasanya dikenal dengan uang giral dengan prinsip paper base (Boediono, 1992). Pembayaran menggunakan uang giral biasanya ditujukan untuk transaksi yang nilainya relative lebih besar dibandingkan dengan transaksi menggunakan uang kartal. Dilihat dari sisi kuantitas, ternyata volume uang giral jauh lebih besar dibandingkan dengan uang kartal di Indonesia. Per-desember 2012, volume uang giral rupiah Indonesia sebesar Rp. 407,557,- Triliun. Hampir dua kalinya jumlah uang kartal (Bank Indonesia, 20012, www.bi.go.id) .

2 2. Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad Money) / M2.
Selanjutnya apa yang dimaksud dengan uang beredar dalam arti luas. Sesungguhnya pengertian ini adalah pengertian uang yang memasukkan semua asset keuangan yang memenuhi fungsinya sebagai uang. Tentunya dengan tingkat likuiditas yang berbeda satu sama lain. Uang dalam arti luas (M2) itu terdiri dari M1 + Quasy Money + Surat Berharga (securities) selain saham (Boediono, 1992). M1 yang dimaksud adalah M1 yang dipaparkan diatas. Lantas apa yang dimaksud dengan Uang Kuasi dan Surat Berharga?


a.       Uang Kuasi (Quasy Money)
Uang kuasi ini setidaknya terdiri dari tiga macam rekening nasabah di lembaga keuangan bank, yakni deposito berjangka (time deposit), tabungan (saving deposit), Giro Valuta Asing (foreign demand deposit).

(  1.   Deposito merupakan rekening simpanan yang seharusnya berjangka panjang dengan tingkat harga yang relaive mahal dimana hanya dapat dicairkan setelah jatuh tempo. Tetapi di Indonesia biasanya jangka waktu deposito sebenarnya tergolong pendek yakni deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 14 bulan. Sangat jarang deposito yang jangka waktunya diatas 12 bulan. Hal ini sangat depengaruhi oleh kondisi perekonomian yang kurang menentu dan sangat dipengaruhi oleh trauma akan krisis keuangan tahun 1997/1998. Nominal deposito per-desember 2011 tergolong besar yaitu sebesar Rp. 1.125,660,- Triliun (Bank Indonesia, 20012, www.bi.go.id) .
( 2.   Tabungan merupakan rekening simpanan masyarakat di bank umum yang pencairannya dapat dilakukan dengan syarat tertentu. Harga dana ini tergolong menengah dan jangka waktunya (pengendapannya) juga tergolong menengah. Walau saat ini ada tabungan yang dapat digolongkan dalam jangka pangjang seperti tabungan pendidikan, tabungan pension, tabungan haji dan sebagainya. Jumlah tabungan agregat Indonesia per-desember 2011 adalah Rp. 833,039,- Triliun .
( 3.  Terakhir giro valuta asing merupakan rekening yang sangat cair sebagaimana giro rupiah. Bedanya giro ini dalam bentuk valuta asing. Rekening giro valuta asing bisa saja dimiliki oleh warga Negara Indonesia selain warga Negara asing. Biasanya pemilik rekening ini adalah pihak (baik individu maupun perusahaan)  yang terlibat dalam aktifitas perdagangan international. Nantinya giro ini digunakan dalam transaksi pembaya.ran international. Nilai dari giro valuta asing di Indonesia lagi-lagi per-desember 2011 adalah Rp. 160,947,- Triliun (dengan menggunakan kurs pada waktu yang bersangkutan)

b.      Surat Berharga (Securities).
Surat berharga yang dimaksud disini adalah instrument pasar uang dan pasar modal baik pasar uang dan pasar modal nasional, regional, maupun international. Nama dari instrument pasar  keuangan (efek) ini nantinya akan sangat beraneka ragam, baik dilihat dari jenis pasar keuangan yang digunakan maupun dilihat berdasarkan Negara yang menerbitkan suarat berharga yang bersangkutan.
Pembahasan akan surat berharga dalam tulisan ini dibatasi pada surat berharga yang ada di Indonesia dengan menggunakan pendekatan pasar tempat surat berharga ini diperdagangkan tanpa memperhatikan siapa yang menerbitkan surat berharga yang bersangkutan. Dengan kata lain kita tidak peduli apakah suarat berharga itu diterbitkan oleh pemerintah atau swasta atau bahkan pihak asing. Yang terpenting dalam pembahasan ini adalah dimanakah surat berharga yang bersangkutan diperdagangkan. Lantas, apa sajakah jenis dari surat berharga ini? Secara umum, dengan menggunakan pendekatan ini, maka surat berharga hanya akan dibagi dua yaitu surat berharga pasar uang dan surat berharga pasar modal (Frederick S. Mishkin, 2008). Total nominal surat berharga (securities) di Indonesia per-desember 2011 adalah sebesar Rp. 13,328,- Triliun (Bank Indonesia, 20012, www.bi.go.id) .
(1)   Surat Berharga Pasar Uang
Surat berharga pasar uang adalah surat berharga jangka pendek yang diperjual belikan di pasar uang. Sebagaimana diketahui bahwa pasar uang itu sendiri adalah tempat jual beli uang jangka pendek. Jangka waktu yang menjadi alat ukur jangka pendek di sini adalah satu periode akuntansi yang kurang dari atau sama dengan satu tahun. Di Indonesia, pasar uang tidak memiliki tempat khusus, tetapi transaksi pasar uang biasanya terjadi secara online antar pelaku yang biasa kita kenal dengan over the counter (OTC).  Surat berharga pasar uang sesungguhnya sungguh sangat banyak. Biasanya instrument ini digunakan oleh bank sebagai sumber likuiditasnya.
Beberapa dari surat berharga pasar uang adalah sertifikas bank Indonesia, overnight, call money, negoziable certificate of deposits, wesel (commercial paper), bank draft, dan acceptance. Semua intsrumen pasar uang ini mempunyai cirri khas masing-masing dan biasanya digunakan untuk tujuan tertentu pula oleh palaku pasar uang. Pembahasan dari masing-masing instrument ini tidak akan dipaparkan di sini, dibatasi secukupnya untuk pengenalan saja untuk mengetahui salah satu bentuk dari jenis uang dalam artian luas.  
(2)   Surat Berharga Pasar Modal
Surat berharga pasar modal sesungguhnya adalah kebalikan dari surat berharga pasar uang dimana surat berharga ini adalah surat berharga jangka panjang. Seperti diketahui bahwa pasar modal adalah suatu tempat jual beli uang jangka panjang. Selain itu, di Indonesia sendiri, pasar modal lebih terorganisir dibanding pasar uang. Karena pasar modal telah memiliki lantasi bursa sendiri di bursa efek Indonesia. Di sinilah permintaan dan penawaran surat berharga pasar modal bertemu untuk selanjutnya terjadi kesepakatan transaksi jual beli efek.
Instrument pasar modal yang paling umum sesungguhnya ada dua macam, yaitu saham dan obligasi. Saham adalah bukti kepemilikan atas perusahaan. Sedangkan obligasi adalah surat utang dimana orang yang memegang obligasi memiliki hak klaim terhadap pihak lain. Tetapi dalam pengertian uang dalam arti luas, saham tidak termaduk dalam kategori broad money. Mengapa? Karena sifat dari saham itu sendiri sesungguhnya adalah klaim atas asset suatu perusahaan. Artinya saham itu seharusnya merupakan representasi dari asset fisik, bukanlah asset keuangan. Jadi, yang masuk dalam kategori uang beredar (M2) dari pasar modal hanyalah obligasi dengan berbagai macam turunannya (derivative).

b.       Penawaran Uang Tanpa Bank
 Teori ini merupakan gambaran ketika perekonomian/pertukaran masih menggunakan dan emas adalah satu satunya alat pembayaran & belum ada system perbankan yang mempengaruhi penggunaan alat tukar tersebut. Jumlah alat tukar ini (peredaran dan proses penawaran nya) di masyarakat berubah ubah sesuai dengan tersedianya emas di masyarakat .Ciri penawaran/Supplay emas pada zaman tersebut :
  • Jumlah emas/alat tukar yang beredar ber ubah ubah ( bisa turun atau naik).
  • Jumlah emas turun apabila terjadi difisit neraca pembayaran luar negeri untuk             pembayaran barang (dikirim keluar karena impor > ekspor ).
  • Terjadi perubahan jumlah emas ini juga bisa dikarenakan adanya peningkatan penggunaan emas untuk produksi lain ( perhiasan ).
  • Jumlah Emas juga akan naik jika terjadi surplus pembayaran luar negeri atau ditemukan tambang emas baru )
  • Uang beredar benar benar ditentukan secara otomatis oleh proses pasar diatas ( tidak ada campur tangan pemerintah/otoritas moneter yang melakukan kebijakan moneter )
  • Penambahan produksi emas ( di tambang dan di murnikan ) oleh produsen emas mengikuti hukum perilaku produsen / penawaran (mengikuti permintaan dan harga emas tersebut ) jika harga emas tinggi dibandingkan barang yang dipertukarkan maka produksi emas akan tinggi, namun kemudian jika suplay emas berlebih harga emas akan turun dan suplay nya akan berkurang )
  • Teory penawaran uang ( system emas ) belum berkembang dan masih dalam bentuk yang sederhana, karena tidak banyak memerlukan campur tangan untuk mempengaruhi jumlah-nya





c. Teori Penawaran Uang Modern
 Dalam dunia pertukaran modern, para produsen emas tidak mempunyai peranan moneter lagi karena dalam system standar uang kertas, sumber dari terciptanya uang beredar adalah otoritas moneter ( Pemerintah , Bank Sentral ( supplier uang inti) dan Lembaga keuangan/ perbankan (supplier uang sekunder) ).
Pasar uang itu terdiri dari 2 sub-pasar  yaitu sub-pasar uang primer dan sub-pasar uang sekunder. Masing-masing mempunyai permintaan dan penawarannya, namun kedua sub tersebut sangat erat berhubungan satu sama lain. Sub-pasar uang primer bersifat lebih fundamental karena uang sekunder (giral) hanya bisa tumbuh karena ada uang primer. Uang sekunder (giral) diciptakan oleh bank berdasarkan atas uang primer yang dipegang bank (cadangan bank). Tanpa ada uang primer tersebut tidak akan bisa diciptakan uang Sekunder. Jadi kedua sub-pasar tersebut bisa dibedakan secara konsepsi tetapi jelas kiranya bahwa dalam kenyataan keduanya tidak terpisahkan satu sama lain.
 Karena ke dua sub-pasar tersebut sangat erat terkait satu sama lain, maka para pelaku tersebut baru berhenti melakukan tindakan-tindakan penyesuaian hanya apabila permintàan dan penawaran di masing-masing sub-pasar mencapai keseimbangan secara bersarna-sama (simultan). Apabila pada suatu saat, katakan, sub-pasar uang inti mencapai ke seimbangan tetapi sub-pasar uang sekunder belum, maka keseimbangan yang sebenarnya belum tercapai. Di sub-pasar uang sekunder akan terjadi tindakan-tindakan penyesuaian yang mempengaruhi permintaan dan penawarannya. Perubahan pada permintaan dan penawaran uang sekunder (giral) pasti akan mempengaruhi permintaan dan penawaran uang inti.
 Jadi sub-pasar uang inti yang tadinya sudah seimbang menjadi tidak seimbang, dan tentu kemudian akan ada tindakan-tindakan penyesuaian di sub-pasar ini. Proses penyesuaian ini akan terus terjadi (di kedua sub-pasar tersebut) sampai kedua sub pasar tersebut mencapai keseimbangan secara bersama-sama (simultan). Baru apabila keadaan ini tercapai, maka pasar uang secara keseluruhan mencapai keseimbangan yang sesungguhnya (equilibrium ).
Money Multiplier (Pelipat Uang)
 Proses pelipatan uang atau money multiplier merupakan proses pasar ( penyesuaian antara permintaaan dan penawaran uang ).Proses pelipatan itu dimungkinakan karena adanya lembaga yang disebut bank,yang tidak harus menjamin secara penuh uang giral yang diciptakannya dengan uang tunai.Seandainya cash ratio yang dipegang bank adalah 100%,maka proses pelipatan uang tidak akan terjadi.
Uang giral ( demand deposit,time deposit dan saving deposit) tidak harus dijamin secara penuh dalam bentuk uang tunai pada bank.Uang giral sebesar Rp.10.000 misalnya bank hanya perlu menyimpan uang tunai (cadangan bank) sebesar Rp.500 ( jika cash ratio yang berlaku 5 % ).Artinya dengan memegang uang inti sebesar Rp.500 bank bias menciptakan uang giral sebesar Rp.10.000.Jadi bank menciptakan uang giral Rp.9.500 (Rp.10.000 – Rp. 500) .Oleh karena itu setiap tambahan uang inti sebesar Rp.1 akan dapat menciptakan tambahan uang ­beredar yang lebih besar daripada Rp.1.Dalam kenyataanya uang yang diciptakan bank,tidak hanya bergantung pada kemauan bank semata,tetapi tergantung pula pada hasil interaksi para pelaku pasar.

Secara ringkas proses pelipatan uang tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
           M1 =  B ; dimana c = C/M1 dan r = R/DD
Persamaan tersebut menunjukkan bagaimana uang inti B dilipatkan menjadi uang beredar M1,Sedangkan 1/c+r(1-r) adalah koefisien pelipat uang (money multiplier).Nilai koefisien pelipat uang biasanya lebih dari satu. Semakin kecil nilai c dan r,akan semakin besar nilai koefisien pelipat uang.Nilai c yang rendah artinya,masyarakat lebih suka menyimpan uang tunainya di bank daripada dirumah dan bank memiliki banyak uang inti yang akan dilipatkan.Sedangkan nilai r yang rendah artinya,lebih banyak uang giral yang bias diciptakan dari setiap rupiah uang inti yang dipegang olah bank. Nilai c dan r mencerminkan perilaku masyarakat dan bank. Besarnya uang beredar yang dipegang oleh masyarakat dalam bentuk tunai mencerminkan keinginan dan perilaku masyarakat .